Perlunya Sinkronisasi Data Untuk Tekan Impor Beras
Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menilai sinkronisasi data yang akurat antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pihak terkait lain sangat diperlukan untuk memetakan kawasan yang sudah siap panen guna menekan impor beras. Pasalnya, impor yang akan dilakukan pemerintah dinilai tidak berpihak kepada petani.
“Pemerintah harus menyelamatkan beras, khususnya yang siap dipanen oleh petani. Kasihan petani, jika nanti saat panen beras mereka tidak ada yang beli. Oleh karena itu, Kemendag dan Kementan harus betul-betul mendalami dan mensinkronisasikan data,” jelas Hermanto di sela-sela Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke Gudang Bulog GBB Karya Baru, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (30/5/2018).
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, persoalan data merupakan persoalan klasik dan menurutnya DPR sudah sering mengimbau kepada kementerian terkait untuk melakukan koordinasi.
“Menyangkut persoalan data, terkadang data yang dimiliki oleh Mentan dan Mendag selalu berbeda. Jika Mentan memperoleh data berdasarkan data faktual yang ada di sawah, sedangkan Mendag memperoleh data dari hasil stok fisik yang ada di gudang,” ungkap Hermanto.
Politisi dapil Sumatera Barat (Sumbar) itu berpandangan jika di gudang selalu terjadi pengurangan, hal tersebut menurutnya terjadi akibat adanya siklus keluar masuk beras, sehingga seolah-olah terlihat stok beras berkurang. “Padahal di lahan pertanian kita itu banyak sekali kawasan-kawasan yang saat ini sedang siap panen,” sesalnya.
Lebih lanjut dia menambahkan, rapat Komisi IV DPR dengan Bulog beberapa hari lalu menyepakati untuk tidak melakukan impor beras, mengingat petani di beberapa daerah tertentu sudah siap panen menjelang Lebaran.
“Bahkan kami meminta agar Bulog mau menyerap beras petani tersebut. Karena ada keraguan dari petani, beras yang sudah dipanen ada yang mau menyerap atau tidak. Karena ini ada kaitannya dengan menghadapi Lebaran, tentunya petani ingin menghadapinya dengan suasana yang nyaman, sehingga kebutuhan selain beras bisa terpenuhi melalui tukar beras dengan barang-barang lainnya,” imbuhnya.
Senada dengan Hermanto, Anggota Komisi IV DPR RI Muchtar Lutfi A. Mutty memahami prinsip pemerintah yang tidak menginginkan berkurangnya cadangan beras sehingga memicu terjadinya kenaikan harga beras.
“Hanya saja dalam waktu dekat akan ada panen, mungkin hal ini juga perlu menjadi perhatian Pemerintah. Jangan sampai hal ini membuat Petani tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya,” jelas politisi partai NasDem itu.
Ia menilai persoalan perbedaan data merupakan salah satu persoalan besar yang ada di bangsa ini. Terlalu banyaknya institusi yang menyediakan data sehingga Presiden sudah memutuskan hanya ada satu pintu data, yakni yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Mudah-mudahan dengan adanya kebijakan satu pintu ini, maka ke depannya nanti seluruh kebijakan akan mengacu kepada kebijakan tersebut,” harap politisi dapil Sulawesi Selatan itu.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kemendag telah menerbitkan izin impor beras sebanyak 500 ribu ton yang bertujuan untuk stabilisasi harga dan memperkuat stok. Izin impor itu berlaku hingga Juli 2018. Tambahan importasi beras didatangkan dari Vietnam dan Thailand, yang diputuskan dalam Rapat Koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian. (tra/sf)